Warga China melindungi diri dengan masker ditengah teror virus corona (ist)
Retorika, Jakarta - Indonesia tengah dihadapkan oleh mahalnya harga masker karena langkanya pasokan masker dalam negeri. Hal ini beriringan dengan keputusan China yang telah memesan masker buatan Indonesia dalam upaya pencegahan penyebaran virus corona di negaranya.

Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, produksi masker sampai 3 bulan ke depan sudah dipesan untuk China. "Seluruh produksi masker ini sudah di lock sama China," kata Airlangga di Wisma Antara, Jakarta, Senin (3/2).

Diketahui, masyarakat China membutuhkan masker hingga 60 juta helai per hari selama virus corona yang menyebabkan radang paru-paru (pneumonia) berat mewabah di negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa itu. Masyarakat China sangat membutuhkan masker impor, terutama yang berstandar N95 yang biasa digunakan oleh petugas bedah medis.

Di apotek, penjualan masker saat ini terpantau meningkat sebanyak 80 persen. Peningkatan penjualan masker wajah usai maraknya virus Corona di banyak negara, disebabkan masyarakat yang memborong masker untuk dikirim kembali ke luar negeri.

"Banyak yang beli, pernah sampai 10 box, katanya untuk saudaranya yang sedang ada di Hongkong, Singapura, jadi dia beli disini untuk dikirim lagi ke luar negeri," ucap seorang kasir di Apotek Roxy, Nuri kepada Merdeka.com, Jakarta, Senin (10/2).

Nuri mengatakan, untuk peningkatan harga, saat ini masih normal, namun seminggu sebelumnya stok masker sudah kosong. "Kita ambil (pasokan masker) dari apotek biak di Jakarta Pusat, cuma saat ini stok disana kosong yang perbox dan saset juga kosong, jadi kita belum menjual lagi," ujarnya.

Kemudian, harga masker perbox yang dijual di apotek roxy berbeda sesuai merk. "(Merk masker) Sensi yang biasa itu, Rp24.500 per box dengan isi 50, kalau untuk yang hijab itu Rp29.500 per box, tergantung mereknya."

Sementara untuk masker yang banyak dicari pasca meluasnya virus Corona adalah N95, di mana per boxnya isi 20, dengan harga Rp400.000. "Tapi kita disini tidak nyetok N95, kita pesan ke produsennya, cuma (untuk saat ini penjualan N95) agak susah," jelasnya.

Serupa di Apotek generik, Jakarta Selatan, Febriyani mengatakan penjualan masker juga meningkat. Banyak pembeli yang memborong untuk disumbangkan ke China. Akibatnya, saat ini ada pembatasan pembelian untuk apotek yang ingin memasok masker.

"Dari pusat, (pasokan masker yang bisa dibeli), juga sekarang cuma dibatasi beli 5 box saja per hari. (Masker merk) Century harganya Rp4.700 isi 3, Sensi Rp7.500 isi 5, Nexcare Rp7.600 isi 4," ungkapnya.

Produksi Dalam Negeri Masih Aman

Manajer Eksekutif Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) Ahyahudin Sodri mengatakan, ada beberapa anggota Aspaki yang merupakan produsen untuk masker sudah menerima pre order (PO) dari perusahaan China. Bahkan, saat ini sudah tidak menerima pesanan karena sudah memenuhi batas.

"Permintaan sudah lebih dari 100 persen tapi tidak bisa semuanya dipenuhi karena ini tergantung dari kemampuan anggota kami. Karena ada keterbatasan bahan baku, keterbatasan mesin juga. Kalau angka (pesanan) yang pasti agak sulit soalnya ada anggota itu tergantung pabriknya," kata Ahya saat dihubungi Merdeka.com.

Dia menjelaskan, sebenarnya Indonesia bukan merupakan pasar impor masker China, melainkan dari Korea. Namun karena wabah virus corona membuat China memesan masker dari beberapa negara, termasuk Indonesia.

"Anggota kita lebih fokus untuk kebutuhan dalam negeri, karena memang kebanyakan produksi dalam negeri sesuai jadwal. Jadi tetep prioritas karena terjadwal. Kalau permintaan China kan bukan terjadwal," imbuhnya.

Dia mengungkapkan, pihaknya tidak menjual masker langsung ke konsumen, melainkan melalui distributor. "Kalau kita menggunakan distribusi penjenjang. Industri manufaktur punya distributor utama, lalu ke distributor kecil, lalu ke pengecer. Kalau rumah sakit biasanya beli di distributor 1 atau 2," jelas Ahya.

Meski demikian, dirinya belum bisa menjawab mengenai mahalnya harga masker saat ini. Namun dia memastikan, pasokan masker untuk kebutuhan dalam negeri tetap aman di tengah isu meluasnya virus corona.

"Kita pastikan pasokan masker untuk kebutuhan dalam negeri tetap aman dalam kondisi ini. Kami punya 10 anggota yang punya izin produksi kamar bedah," ungkapnya.

Ada Indikasi Spekulan

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menduga, langkanya masker dikarenakan adanya ulah spekulan kesehatan yang menimbun persediaan masker untuk keuntungan pribadi.

"Barangnya ada tapi sengaja ditimbun, kalau harga sudah naik dan langka baru dilepas ke pasar. Marjinnya luar biasa. Bahkan di toko online ada yang Rp1 juta per box nya. Itu kan spekulan," katanya saat dihubungi Merdeka.com.

Selain itu, ada kepanikan berlebihan di masyarakat di mana virus corona membuat masyarakat lebih menjaga diri di tempat umum dengan membeli masker diluar kewajaran. Kepanikan ini menaikan harga masker secara drastis.

"Jadi konsumen juga irasional. Dari penelusuran Google Trend, terlihat kota di jawa timur yg paling banyak mencari kata kunci masker kesehatan," jelasnya.

Meski demikian, menurutnya kelangkaan ini belum bisa dikatakan darurat, mengingat belum ada data masyarakat Indonesia yang meninggal akibat virus corona.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih menjelaskan, pihaknya telah melakukan monitoring terhadap berbagai industri. Termasuk yang sifatnya hajat hidup orang banyak, salah satunya masker. Meski demikian, KPPYU belum bisa menyimpulkan ada atau tidaknya pelanggaran dalam kelangkaan masker ini.

"Mungkin setelah hasil monitoring nanti baru kami putuskan masuk ke penelitian atau belum. Kami hari Senin ada rapat komisi. Seluruh hasil akan dipaparkan dalam rapat tersebut, baru ada konferensi pers," jelasnya kepada Merdeka.com.

Dia menjelaskan, monitoring yang dilakukan untuk mengetahui penyebab dari kelangkaan tersebut. Apakah ada indikasi kartel atau produsen yang menahan pasokan. "Kalau memang harga naik turun karena adanya batasan suplai atau karena permintaan tinggi itu karena mekanisme pasar. Untuk itu kami selalu melakukan monitoring," jelasnya.

Nantinya, jika hasil monitoring ditemukan adanya dugaan kartel, maka KPPU akan penelitian. Setelah itu dilakukan penyelidikan, pemberkasan, kemudian persidangan sesuai dengan undang-undang.(sumber: merdeka.com)